BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Untuk memperjelas pemahaman terhadap
proses belajar mengajar, kiranya perlu kami awali dengan menguraikan pengertian
belajar secara umum. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai suatu
perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari
pengalaman atau latihan. Yang dimaksud pengalaman adalah segala kejadian
(peristiwa) yang secara sengaja maupun tidak sengaja dialami oleh setiap orang,
sedangkan latihan merupakan kejadian yang dengan sengaja dilakukan oleh setiap orang
secara berulang-ulang.
Dalam pengertian lainnya, belajar
adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (leaning is defined as the modification or
strengthening of behavior though experiencing), menurut pengertian ini,
belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan
pengubahan kelakuan.
Dengan demikian belajar bukan hanya
berupa kegiatan mempelajari suatu mata pelajaran di rumah atau di sekolah
secara formal. Disamping itu belajar merupakan masalahnya setiap orang. Hampir
semua kecakapan, ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap
manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Kegiatan yang
disebut belajar dapat terjadi dimana-mana, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat maupun di lembaga pendidikan formal. Di lembaga pendidikan formal
usaha-usaha dilakukan untuk menyajikan pengalaman belajar bagi anak didik agar
mereka belajar hal-hal yang relevan baik bagi kebudayaan maupun bagi diri
masing-masing. Dalam proses belajar, untuk mencapai hasil belajar dengan baik
di pengaruhi oleh berbagai macam faktor. Maka dari itu kami akan membahas
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
B.
RUMUSAN MASALAH
Karena
banyaknya masalah yang melatarbelakangi penyusun
dalam menyusun makalah ini, maka penyusun
membuat batasan-batasan masalah untuk mempermudah dalam menyusun makalah ini,
yang kemudian akan di bahas pada bab ke-2. Batasan-batasan tersebut antara lain:
1. Apa yang dimaksud proses dan hasil belajar?
2. Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar?
C.
TUJUAN PENYUSUNAN
Pada
dasarnya tujuan penyusunan
makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan
umum adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Media Pembelajaran Matematika dan untuk menambah bahan bacaan bagi
pendidik, peserta didik, orang tua, pengguna dan pemerintah dalam rangka
membantu anak didik mempelajari dan memahami tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Selain itu, tulisan ini diarahkan untuk
menambah khazanah
keilmuan tentang media pembelajaran diantaranya:
1.
Untuk mengetahui tentang
proses dan hasil belajar.
2.
Untuk mengetahui apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
D.
METODE
PENYUSUNAN
Adapun metode yang digunakan dalam
penyusunan makalah ini adalah studi pustaka. Yakni dengan mengumpulkan
sumber-sumber, baik dari buku ataupun internet tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar, yang kemudian kami gambungkan menjadi
satu dalam satu makalah.
E.
SISTEMATIKA
PENYUSUNAN
Sistematika
penyusunan makalah ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Bagian
pertama pendahuluan. Bagian ini memaparkan beberapa pokok permasalahan awal
yang berhubungan erat dengan permasalahan utama.Pada bagian pendahuluan ini
dipaparkan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penyusunan makalah, metode penyusunan makalah, dan
sistematika penyusunan
makalah.
Bagian
kedua, pembahasan. Bagian ini merupakan bagian utama yang hendak dikaji dan
dipahami dalam proses penyusunan
makalah. Penyusun
berusaha unuk mendeskripsikan dengan jelas dari berbagai materi yang telah
ditemukan dari sumber-sumber.
.
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL BELAJAR
A.
PENGERTIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
1.
Pengertian dan Teori
Belajar
·
Menurut James O, Whittker, merumuskan belajar sebagai proses di
mana tingkah laku di timbulkan atau di ubah melalui latihan atau pengalaman.
·
Drs. Slameto merumuskan pengertian tentang belajar, menurutnya
belajar adalah suatu proses usaha yang di lakukan individu untuk memperoleh
sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang sangat pundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan.
·
Belajar Skiner, yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya
educational psychology the teaching-learning process, belajar adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif. Berdasarkan eksperimennya B.F Skimer percaya bahwa proses adaptasi
tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
·
Chaplin dalam dictionary
of psychology membatasi belajar dengan dua macam Rumusan. Rumusan pertama
berbunyi belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap
sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya belajar adalah proses
memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
·
Hintzman dalam bukunya menyatakan belajar adalah suatu
perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. With dalam
bukunya menyatakan belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi
dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil
pengalaman.
·
Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern,
Dictionary of psychology membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama,
belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, biasanya sering dipakai dalam
pembahasan psikologi kognitif. Kedua belajar adalah suatu perubahan kemampuan
bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperbuat.
Teori Belajar
Teori belajar sangat banyak dan beraneka ragam. Setiap teori menjelaskan
aspek-aspek tertentu dalam belajar, dan setiap teori yang dijadikan dasar akan
mewarnai proses pembelajaran yang berlangsung. Dalam praktek, suatu teori
belajar tidak dapat diterapkan untuk berbagai situasi pembelajaran. Penerapan
suatu teori mungkin cocok untuk suatu situasi tertentu dan tidak untuk situasi
yang lain.
Setiap teori belajar dirumuskan berdasarkan kajian tentang perilaku
individu dalam proses belajar. Kajian itu pada intinya menyangkut dua hal:
1)
Konsep yang menganggap bahwa otak manusia terdiri atas
sejumlah kemampuan potensial (daya-daya), seperti menalar, mengingat,
mengkhayal, yang dapat dikembangkan dengan latihan.
2)
Konsep yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu
sistem energi yakni suatu sistem tenaga yang dinamis yang berupaya memelihara
keseimbangan dalam merespon sistem energi lain sehingga ia dapat berinteraksi
melalui organ rasa. Sistem energi ini meliputi respon terhadap stimulus,
motivasi, dan proses penalaran.
Berdasarkan
kajian terhadap kedua macam konsep itulah, teori-teori belajar dibangun yang secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam dua macam aliran, yaitu:
1)
Disiplin mental atau psikologi daya, yang memandang bahwa
otak manusia terdiri atas sejumlah daya yang beraneka ragam. Belajar pada
prinsipnya adalah melatih daya-daya mental tersebut.
2)
Behaviorisme atau psikologi tingkah laku, yang menganggap
bahwa tingkah laku manusia merupakan kumpulan respon terhadap rangsangan.
Respon ini meliputi dua macam, sehingga menghasilkan dua
macam aliran:
·
Koneksionis atau asosianisme yang menganggap bahwa
tingkah laku itu merupakan respon terhadap stimulus tertentu. Penganut aliran
atau teori ini menganggap bahwa suatu stimulus (S) mempunyai ikatan dengan response
( R ) tertentu.
·
Kognitif atau Gestalt yang menganggap bahwa proses
kognitif yaitu insight (pemahaman/wawasan)
merupakan fundamental (asasi) dari
respon manusia. Dengan demikian perilaku manusia itu ditandai oleh kemampuan
melihat dan membuat hubungan antar unsur-unsur dalam situasi problematic,
sehingga diperoleh insight.
Kajian tentang
belajar berdasarkan psikologi daya banyak menekankan pada pembentukan daya
mental tertentu. Oleh karena itu, bisa di pahamibila dalam menerapkan teori
belajar menurut psikologi daya ini adalah kesulitan untuk menentukan jenis bahan pelajaran apa yang
terbaik untuk melatih, membentuk, atau mengembangkan otak. Proses belajar yang
paling menonojol dalam penerapan teori daya adalah dengan melalui praktek dan
latihan (diantaranya memecahkan soal, menghapal, dan mengarang). Motivasi
belajar siswa di pandang tidak begitu penting untuk diperhatikan, demikian pula
faktor perbedaan individual dianggap
tidak relevan untuk penerapan teori ini. Persoalan transfer (pengalihan) dalam
belajar dipandang sebagai sesuatu yang bersifat otomatis. Artinya, bila daya
mental tertentu sudah terbentuk maka kemampuan ini dapat di transfer pada
situasi lain.
Berbeda dengan
kajian diatas, aliran behaviorisme memandang bahwa perilaku manusia merupakan
respon terhadap stimulus (rangsangan). Cabang dari aliran ini adalah
koneksionisme atau asosiasi dan organismic atau gestalt.
Menurut teori
asosiasi, setiap stimulus mempunyai hubungan (asosiasi, koneksi) dengan respon
tertentu. Belajar dalam hal ini adalah membentuk sejumlah ikatan
stimulus-respon pada diri individu. Untuk membentuk asosiasi dalam proses
belajar mengajar perlu dilakukan latihan secara mekanis, yakni dengan banyak
memberikan stimulus sehingga akan memunculkan
respon dari diri individu pembelajar. Stimulus-stimulus itu dapat berupa
perangkat lunak atau perangkat keras. Oleh sebab teori ini memandang persolan
transfer dalam belajar itu terbatas,
yakni transfer kedalam situasi yang mempunyai unsur identik, maka bahan
pelajaran diusahakan menyerupai situasi kehidupan. Dengan demikian hasil
belajar berguna bagi siswa, karena dapat ditransfer dalam situasi kehidupan.
Teori koneksionisme
menganggap bahwa perilaku tertentu dapat dibentuk melalui pembiasaan.
Pengembangan teori ini sampai kepada munculnya teori kondisioning, yakni
classical conditioning (Pavlov) dan operant conditioning (Skinner). Classical
conditioning sangat menekankan pentingnya faktor latihan untuk memperoleh
respon lain dari suatu stimulus. Teori ini menganggap bahwa latihan yang
berulang-ulang dapat menghasilkan suatu perilaku sebagai suatu respon terhadap
stimulus, meskipun stimulus itu dalam keadaan biasa mempunyai ikatan dengan
respon tertentu yang berbeda dengan respon yang berbeda dengan respon yang
dilatihkan atau dibiasakan. Classical conditioning sangat tepat dalam proses
mempelajari hal-hal seperti agama, akhlak, adat istiadat, sopan santun, atau
bahasa. Pada teori operant conditioning factor hadiah (reward) dalam belajar
sangat menonjol. Karena dapat menjadi penguat (reinforcement) terhadap ikatan
stimulus-respon. Hadiah itu sendiri ada dua macam, yaitu hadiah yang dating
dari luar (extrinsic) seperti pujian, dan hadiah yang dating dari dalam diri
sendiri (intrinsic) yakni perasaan puas karena mengetahui bahwa respon yang
diberikan terhadap suatu stimulus adalah tepat dan benar.
Teori Gestalt
memandang bahwa proses kognitif yang berupa insight (pemahaman atau wawasan)
merupakan cirri asasi dari respon manusia yang diberikan dalam menanggapi
lingkungan betapapun sederhananya . insight itu sendiri muncul secara
tiba-tiba, ketika seseorang dapat melihat atau ketika seseorang dapat memahami
inti struktur dalam situasi problematic. Dapat pula dikatakan insight merupakan
semacam reorganisasi pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba, seperti ketika
seseorang menemukan ide baru, atau memecahkan suatu masalah.
Dalam
memperoleh insight individu belajar melalui pengalaman. Mempelajari suatu mata
pelajaran, tidak hanya dilakukan dengan mempelajari jawaban soal, tetapi yang
penting disini adalah proses dalam menyelesaikan soal sehingga hasil atau
jawaban menjadi tepat.
Berdasarkan
uraian di atas, ternyata pemanfaatan media pembelajaran harus mempunyai
landasan teori tentang belajar. Karena teori-teori ini dapat member penjelasan
tentang proses belajar dalam berbagai situasi. Dengan mengetahui proses belajar
media yang dimanfaatkan dapat memberi kemungkinan kepada siswa belajar secara
efektif dan efisien. Karena belajar merupakan proses yang rumit dan kompleks
serta banyak variable yang mempengaruhi, maka perlu kiranya kita mengetahui
juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi baik terhadap proses maupun hasil
belajar.
2.
Proses Belajar
Dalam proses belajar aktivitas
tertentu ataupun aktivitasnya adalah sebagai berikut:
Proses dari bahasa latin “processus" yang berarti “berjalan ke depan” menurut Chaplin
(1972) proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau
kejiwaan.
Dalam psikologi belajar proses
berarti cara-cara/langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan
ditimbulkan hingga tercapainya hail-hasil tertentu (Reber, 1988). Jadi proses
belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, efektif
dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
Fase - Fase dalam Proses Belajar
Menurut Jerome S. Bruner, salah seorang penentang teori S.R
Bond dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau fase, antara
lain :
Ø Fase informasi (tahap penerimaan
materi)
Ø Fase transformasi (tahap pengubahan
materi)
Ø Fase evaluasi (tahap penilaian
materi)
Menurut
Wittig (1981) dalam bukunya psychology of learning, setiap proses belajar
selalu berlangsung dalam 3 tahapan, antara lain :
Ø Actuation (tahap
perolehan/penerimaan informasi)
Ø Storage (tahap penyimpanan
informasi)
Ø Retrieval (tahap mendapatkan kembali
informasi)
3.
Hasil Belajar
Hasil
belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajaranya.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan
atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas
belajar.
Gagne
mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal,
kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara
Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang
yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu: kognitif, afektif dan
psikomotorik (Sudjana, 1990:22).
Hasil
belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
Ø Faktor dari dalam diri siswa,
meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian,
sikap dan kebiasaan belajar, etekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Ø Faktor yang datang dari luar diri
siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran.
Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (1990:56),
melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
Ø Kepuasan dan kebanggaan yang dapat
menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh
dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk
memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.
Ø Menambah keyakinan dan kemampuan
dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai
potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana
mestinya.
Ø Hasil belajar yang dicapai bermakna
bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat
untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan
mengembangkan kreativitasnya.
Ø Hasil belajar yang diperoleh siswa
secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan
atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau
perilaku.
Ø Kemampuan siswa untuk mengontrol
atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang
dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
B.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL BELAJAR
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal Kedua faktor tersebut saling memengaruhi
dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
a.
Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor
internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1)
Faktor
fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi
dua macam. Pertama, keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat
tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Secara umum kondisi fisikologi, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam
keadaan lelah, dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya
semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Siswa yang kekurangan
gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada dibawah siswa-siswa yang
tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi, pada umumnya
cenderung cepat lelah dan capek, cepat ngantuk dan akhirnya tidak mudah dalam
menerima pelajaran.
Demikian
juga kondisi saraf pengontrol kesadaran dapat berpengaruh pada proses dan hasil
belajar. Misalnya, seseorang yang minum-minuman kerasakan kesulitan melakukan
proses belajar, karena saraf pengomtrol kesadarannya terganggu. Bahkan,
perubahan tingkah laku akibat pengaruh minuman keras tersebut, tidak dapat
dikatakan perubahan tingkah laku hasil belajar.
Oleh karena
keadaan keadaan jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga
kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga
kesehatan Jasmani antara lain adalah:
a.
Menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi
yang masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan
mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah
untuk belajar;
b.
Rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat;
c.Istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses
belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat
memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi
dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses
belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima
dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan
telinga. Bahkan dikatakan oleh Aminnudin Rasyad
(2003, h.) pancaindera merupakan ilmu pengetahuan (five sence are the golden gate of knowledge). Artinya, kondisi
pancaindera tersebut akan memberikan pengaruh pada proses dan hasil belajar.
Dengan memahami kelebihan dan kekurangan pancaindera dalam memperoleh
pengetahuan dan pemahaman akan mempermudah dalam memilih dan menentukan jenis
rangsangan arau stimuli dealam proses belajar.
Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga
pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun yangbersifat kuratif,
dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan
kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang
bergizi, dan lain sebagainya.
2)
Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Setiap
manusia atau anak didik pada dasrnya memilki kondisi psikologis yang
berbeda-beda, terutama dalam hal kadar, bukan dalam hal jenis. Tentunya
perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya
maisng-masing. Beberapa faktor psikologis
yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan/intelegensi
siswa, motivasi, minat, perhatian,
sikap,bakat, dan kognitif dan daya
nalar.
- Kecerdasan/intelegensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan
dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila
dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting
dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali
tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling
penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar
siswa. Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu
tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.
Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru,
orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam
mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan
perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional, sehingga mereka
dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat
diperoleh oleh orangtua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui
konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik
berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata¬rata,
atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang
merupakan hal yang sangat berhar¬ga untuk memprediksi kemampuan belajar
seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu
mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.
- Motivasi
Motivasi adalah
salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang
aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin,
1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut
sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa
yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca
tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang
lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak
tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden
N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk
belajar antara lain adalah:
1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang
lebih luas. Adanya sifat positif dan
kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
2. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga
mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orangtua, saudara, guru,
atau teman-teman, dan lain sebagainya;
3. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan
yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
4. Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar
diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti
pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru orangtua, dan lain sebagainya.
Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat
belajar seseorang menjadi lemah.
-Minat
Secara
sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat
bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun
lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak
memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau
pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi
pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk
membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin
dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang
membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh
domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi
aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan
jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau
bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
- Perhatian
Perhatian adalah
keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa semata-mata tertuju kepada suatu obyek
ataupun sekumpulan obyek (Slameto, 1991:58). Untuk dapat menjamin hasil belajar
yang baik, maka siswa harus dihadapkan pada obyek-obyek yang dapat menarik
perhatian siswa, bila tidak, maka perhatian siswa tidak akan terarah atau fokus
pada obyek yang sedang dipelajari.
Tentulah dapat diterima
bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan
memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini
dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu,
seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek
didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi
dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pembelajaran
seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik.
Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja,
alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan untuk mengetahui sesuatu, seperti
kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di balik keributan di samping
rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa
perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif
dari pada perhatian yang disengaja.
- Sikap
Dalam proses
belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap
adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak
senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.
Dan untuk
mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya
berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap
profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya;berusaha mengembangkan kepribadian
sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha
untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga
membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan;
meyakinkan siswa bahwa bidang srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah
bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang
(Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat
sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan
demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses
belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya,
setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai
kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya
pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih
mudah menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya.
Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari
bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.
- Kognitif
dan Daya Nalar
Pembahasan mengenai hal
ini meliputi tiga hal, yakni persepsi, mengingat dan berpikir.Persepsi adalah
penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya.Penginderaan
itu di pengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan, dan kebutuhan. Kemampuan
mempersepsi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama meskipun
mereka sama-sama dari sekolah yang sama, bahkan kelas yang sama, ini di
tentukan oleh pengetahuan dan pengalaman pelajar itu sendiri. Karena
pengetahuan dan pengalaman akan memperkaya benaknya dengan perbendaharaan untuk
memperkuat daya persepsinya.Semakin sering ia melibatkan diri dalam berbagai
aktifitas, akan semakin kuat daya persepsinya.
Mengingat adalah suatu
aktifitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari
masa yang lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh melalui
pengalamannya di masa lampau.Terdapat dua bentuk mengingat yang menarik untuk
di perhatikan, yaitu mengenal kembali (rekognisi) dan mengingat kembali
(reproduksi).Pertama, dalam mengenal kembali (rekognisi), orang berhadapan
dengan suatu objek dan pada saat itu dia menyadari bahwa objek itu pernah di
jumpai di masa lampau. Misalnya orang mencari film cerita dalam bentuk video
compact disk (VCD) di sebuah rental,
pada saat dia mencoba salah satunya, dia ingat bahwa dia pernah menontonnya di
televisi, maka ia tidak jadi menyewa. Di sini, ternyata aktivitas mengingat
terikat pada kontak kembali antara pengalamannya dengan objek; seandainya tidak
ada kontak berarti tidak terjadi mengingat. Dalam mengenal kembali, pada
tataran mental seseorang akan muncul tanggapan-tanggapan dan penilaian baru
terhadap objek bersangkutan. Tanggapan dan penilaian baru, ini adakalanya memperkuat tanggapan dan penilaian
lamanya di saat pertama ia berjumpa dengan objek di masa lampau, dan ada
kalanya berbeda dengan tanggapan terdahulunya. Kedua, dalam mengingat kembali
(reproduksi), dihadirkan suatu kesan dari masa lampau dalam bentuk suatu
tanggapan atau gagasan seperti telah dicontohkan di atas (siswa yang
berdamawisata).
Berpikir oleh Jalaludin
Rakhmat (1985:86) dibagi dua macam, yakni berpikir autistik (autistic) dan
berpikir realistik (realistic). Yang pertama mungkin lebih tepat disebut
melamun; fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya.
Berpikir realistik, di sebut juga nalar
(reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
Dalam kebanyakan usaha pemanfaatan media pembelajaran yang yang dilakukan guru
adalah berusaha untuk membawa para siswanya kepada pemahaman yang realistis.
Dengan demikian, pemanfaatan media dalam proses pembelajaran dapat merangsang
dan mengembangkan daya nalar siswa.
Istilah penalaran
sebagai terjemahan dari bahasa inggris reasoning menurut kamus The Random House Dictionary berarti the act of process of a person who reasons
(kegiatan atau proses menalar yang dilakukan oleh seseorang). Sedangkan reason
berarti the mental powers concerned with
forming conclusions, judgements of inferences (kekuatan mental yang
berkaitan dengan pembentukan kesimpulan dan penilaian). Jadi, yang membedakan
pelajar dengan orang yang bukan pelajar, mahasiswa dengan pemuda bukan
mahasiswa adalah faktor penalarannya; dan yang membedakan pelajar dengan
pelajar lainnya, mahasiswa dengan mahasiswa lainnya adalah kadar kekuatan
penalarannya atau daya nalarnya. Ini ditentukan oleh individual power of reason
(daya nalar individual) yang merupakan dasar yang paling menentukan dari
kemampuan berpikir analitis dan sistesis.
b.
Faktor-faktor eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen,
faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal
ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1. Faktor Lingkungan
· Lingkungan
sosial
a. Lingkungan
sosial masyarakat. Kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa
yang kumuh, banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi
aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman
belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum
dimilikinya.
b. Lingkungan
sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar
siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
c. Lingkungan
sosial sekolah, seperti guru,
administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang
siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi
siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan
guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau
peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak
memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya. Lingkungan
sosial yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar. Seringkali guru dan para siswa yang sedang belajar di
dalam kelas merasa terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar
persis di depan kelas tersebut, apalagi obrolan tersebut diiringi dengan gelak
tawa yang keras dan teriakan. Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin
pabrik, lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar. Oleh karena itu hendaknya sekolah didirikan
dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar.
·
Lingkungan nonsosial
Faktor faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
a.
Lingkungan alamiah,
seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang
tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk
dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam
tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
Belajar pada tengah hari diruang yang memiliki ventilasi udara kurang, tentunya
akan berbeda dengan suasana belajar di pagi hari yang udaranya masih segar,
apalagi di dalam ruangan yang cukup mendukung untuk benafas lega.
b.
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan
kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan
kondisi siswa.
2. Faktor
instrumental,
Faktor
instrumentalyaitu perangkat belajar yang
dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah,
alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya.
Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku
panduan, silabus,
dan lain sebagainya.
a.
Sarana dan Fasilitas,
Sarana mempunyai arti penting dalam
pendidikan.Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar disekolah. Jumlah ruang kelas pun harus menyesuaikan
peserta didik. Karena jika anak didik lebih banyak dari pada jumlah kelas, akan
terjadi banyak masalah, yang tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar anak.
Selain fasilitas, sarana pun tidak
boleh diabaikan. Misalkan perpustakaan. Lengkap tidaknya buku di sekolah
tersebut akan menentukan hasil belajar anak didik. Karena perpustakaan adalah
laboratoriun ilmu yang merupakan sahabat karib anak didik.Selain itu fasilitas
yang digunakan guru dalam pengajaranpun harus diperhatikan.Misalkan LCD dan
sebagainya. Karena ini akan memudahkan dalam pembelajaran.
b. Guru
Guru adalah unsur manusiawi dalam
pendidikan. Maka, kehadiran guru mutlak didalamnya. Kalau hanya ada anak didik,
tanpa guru tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar disekolah. Jangankan
tanpa guru, kekurangan guru saja akan menjadi masalah.
Tetapi, harus diperhatikan juga guru
yang seperti apa yang bisa menyukseskan belajar anak. Karena guru haruslah
memenuhi syarat-syarat menjadi guru.Dia harus berpengetahuan tinggi,
profesional, paham psikologi anak didik, dan sebagainya. Karena guru yang
berkualitas, akan menentukan kualitas anak didik.
c. Kurikulum
Kurikulum adalah a plan for
learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum
belajar mengajar tidak dapat berlangsung, karena materi yang akan disampaikan
dalam pembelajaran harus direncanakan terlebih dahulu. Dan perencanaan tersebut
termasuk dalam kurikulum, yang mana seorang guru harus mempelajari dan
menjabarkan isi kurikulum kedalam program yang lebih rinci dan jelas
sasarannya.Sehingga dapat diukur dan diketahui dengan pasti tingkat
keberhasilan belajar mengajar yang dilaksanakan.
Muatan kurikulum akan mempengaruhi
intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Karena guru harus berusaha
semaksimal mungkin untuk ketercapaian kurikulum.Misalkan, jumlah tatap muka,
metode, dan sebagainya harus dilakukan sesuai dengan kurikulum. Jadi, kurikulum
diakui dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik.
Berbicara
kurikulum berarti berbicara mengenai komponen-komponennya, yakini tujuan, bahan
atau program, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Kiranya jelas
faktor-faktor ini besar pengaruhnya pada proses dan hasil belajar. Misalnya kita
lihat pada sisi tujuan kurikulum, setiap tujuan kurikulum merupakan pernyataan
keinginan tentang hasil pendidikan.Agar
dapat mencapai ke arah itu di perlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai
bentuk dan jenisnya. Sarana dan fasilitas yang tersedia harus di manfaatkan sebaik-baik agar
berdaya guna dan berhasil guna bagi kemajuan belajar anak didik di sekolah.
Oleh karena itu setiap ada perubahan tujuan kurikulum maka bisa dipastikan ada
perubahan keinginan. Bisa dipastikan juga bahwa perubahan tujuan itu akan
mengubah program atau bahan (mata pelajaran) yang akan diberikan bahkan mungkin
dengan ruang lingkupnya masing-masing. Dan demikian juga pada aspek-aspek
lainnya, termasuk pada aspek sarana dan fasilitas. Demikian itu akan berdampak
pula pada kompetensi yang harus dimiliki para guru.
Keterkaitan
atau pengaruh itu digambarkan oleh E. De Corte (Winkel, 1987:31) dalam bagan
berikut ini:
Gambar
Model “Kegiatan Didaktik”
Menurut E. De Corte
Penjelasan
Diagram:
(1) Tujuan
instruksional: apa yang menjadi tujuan dari proses belajar-mengajar.
(2)
Keadaan awal: diartikan
dengan dua cara:
§ Dalam
arti luas: Keadaan siswa, guru, jaringan sosial di sekolah dan di kelas,
sekolah sebagai institusi pendidikan, faktor-faktor situasional.
§ Dalam
arti sempit: kemampuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional
(prasyarat).
(3)
Evaluasi: diartikan
dengan dua cara:
§ Penilaian
terhadap hasil belajar siswa yang telah tercapai, sesuai dengan tujuan
instruksional (evaluasi produk), baik dalam aspek isi maupun dalam aspek jenis
perilaku.
§ Penilaian
terhadap proses belajar-mengajar, dengan mengingat tujuan instruksional dan
keadaan awal (evaluasi proses).
(4)
Proses belajar:
kegiatan mental yang dilakukan siswa menurut fase tertentu dan sesuai dengan
jalur belajar tertentu.
(5)
Prosedur didaktik:
cara-cara mengatur kegiatan belajar-mengajar.
(6)
Materi pelajaran:
menyangkut aspek isi dari tujuan instruksional; pokok bahasan.
(7)
Pengelompokkan siswa:
cara-cara membentuk kelompok-kelompok di dalam kelas.
(8) Media
pembelajaran: alat-alat bantu dan media pembelajaran yang digunakan guru atau
ditawarkan kepada siswa untuk digunakan.
(9)
Proses
belajar-mengajar: interaksi antara kegiatan guru dan kegiatan siswa selama
periode waktu tertentu.
ààmenggambarkan
kaitan/arah pengaruh.
Selama proses belajar mengajar
berlangsung, terjadilah interaksi antara guru dan siswa, namun interaksi ini
bercirikan khusus, karena siswa menghadapi tugas belajar dan guru harus mengajar disimpan di pusat dan digambarkan
dalam bentuk lingkaran. Dengan demikian, interaksi antara kegiatan mengajar
yang meliputi penentuan prosedur-prosedur didaktik, media pembelajaran,
bentuk-bentuk pengelompokkan siswa serta materi pelajaran, dan kegiatan belajar
yang meliputi menjalani suatu proses belajar, menjadi lebih jelas.
Komponen-komponen yang lain, yaitu tujuan instruksional, keadaan awal dan
evaluasi hasil belajar, berada di luar proses itu dan karenanya, tetap
merupakan bagian dari kegiatan didaktik. Maklumlah, guru yang menentukan tujuan
instruksional khusus, menyelidiki pula bagaimanakah keadaan awal dan juga
mengadakan evaluasi hasil belajar.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses dan hasil belajar yang meliputi faktor internal dan
faktor eksternal di atas bila diskemakan akan tampak seperti pada diagram
berikut:
Gambar
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
BAB II
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan
terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan.
Perubahan yang terjadi itu sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah
dilakukan individu, perubahan ini adalah hasil yang telah dicapai dari proses
belajar, untuk mendapatkan hasil belajar dalam bentuk perubahan harus melalui
proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dan dalam individu dan diluar
individu, proses ini tidak dapat dilihat karena bersifat psikologis, kecuali
bila terjadi dalam diri seseorang hanya dapat disimpulkan dari hasilnya, karena
aktifitas belajar yang telah dilakukan.
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal Kedua faktor tersebut saling memengaruhi
dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1.
Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor
internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
2.
Faktor-faktor eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen,
faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal
ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi
belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial
dan faktor lingkungan nonsosial
B.
SARAN
Sebagai seorang calon pendidik, kita
harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Oleh
karena itu kita harus memperhatikan segala aspek yang
mempengaruhi hal tersebut untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam
proses belajar sehingga dapat mendorong peserta didik untuk belajar dengan baik
dan bekerjasama untuk meraih hasil belajar yang maksimal.
Penyusun
menyadari bahwa isi dan sistematika penyusunan
makalah ini masih belum sempurna.Penyusun
mengharapkan semoga para pembaca bisa memberikan masukan
kepada penyusun. Semoga makalah ini dipergunakan sebaik-baiknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Munadi Yudhi.2008.Media Pembelajaran.Ciputat: GB Press.
Sumber referensi
internet:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar